Curahan Hati

Curahan Hati

Bacaan: Lukas 11:5-8

11:5 Lalu kata-Nya kepada mereka: “Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, 11:6 sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; 11:7 masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. 11:8 Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. 

Pada masa itu, adalah sesuatu yang wajar jika seorang pengembara/pengelana/petualang untuk melanjutkan perjalanannya di malam hari karena menghindari teriknya matahari.[1] Dalam cerita yang disampaikan oleh Yesus, dikatakan seorang tiba di rumah temannya pada saat tengah malam. Seperti kita jaman sekarang ini rasanya kadang malu kalau ada sahabat datang ke tempat kita dan kita hanya menjamu mereka dengan apa adanya (yang benaran apa adanya), begitu pula yang dialami dalam konteks teks ini. Ketika seorang teman datang pada tengah malam, yang didatangi tentu berharap bisa menjamu temannya ini dengan maksimal tapi sialnya bahan untuk menjamu sudah tidak ada. Apa itu? Roti. Roti pada masa itu dibuat di rumah dan setiap pembuatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam sehari itu, jarang sekali satu rumah memasak lebih banyak daripada yang dibutuhkan di hari itu.[2]  Maka ketika seorang teman datang di tengah malam, wajar jika pemilik rumah kehabisan roti untuk menjamu. Ini tentu hal yang sangat memalukan karena ada sahabat datang tapi tidak bisa menjamu dengan maksimal. Dalam cerita yang disampaikan oleh Yesus, si pemilik rumah (yang didatangi temannya) itu pergi mengetok pintu tetangganya untuk meminta tiga roti. Bisa dibayangkan betapa malunya si penerima tamu di tengah malam. Sudah tidak bisa menjamu temannya dengan maksimal, masih harus mengetok pintu tetangga malam-malam untuk meminta roti. Dalam kisah diceritakan pada akhirnya tetangga itu berbaik hati memberikan apa yang dibutuhkan kepadanya. Apa yang mau Yesus sampaikan lewat cerita ini?

Cerita ini berada dalam kerangka hal berdoa, maka, masuk akal bila kita mengaitkan kisah ini dengan sikap kita ketika berdoa. Anggaplah ketika kita berdoa kita sedang mengetuk pintu Tuhan. Lalu ketika dibuka, keputusan selanjutnya ada di kita, kita mau ngapain? Dalam doa tentu saja bukan hanya terkandung unsur syukur dan permohonan tetapi juga unsur curhat. Kita bisa dan diberi kesempatan untuk curhat kepada Tuhan secara jujur lewat doa. Tapi jarang yang melakukannya karena kadang ketika akan curhat tentang sesuatu masih ada emosi-emosi yang men-distrack kita. Seperti kita masih merasa kesal, masih merasa sedih, masih merasa malu untuk menceritakannya, dsb. Padahal Tuhan juga ingin mendengar cerita kita.

Mungkin terpikir “kan Tuhan sudah tahu yang kita alami kenapa harus cerita lagi?” bercerita kepada Tuhan itu bukan soal Tuhan tahu atau belum karena pasti Tuhan sudah tahu melainkan tentang upaya dan inisiatif kita untuk membangun relasi yang terbuka pada Tuhan. Kita mau menceritakan sesuatu yang paling memalukan pun Tuhan tidak akan menghakimi kita, Tuhan itu sungguh Maha Mengerti dan Maha Mendengar. Jadi dari kisah perumpamaan ini, Tuhan Yesus mau mengajarkan pada kita salah satu sikap dalam berdoa yakni dengan kerendahan hati bersedia untuk menceritakan apa yang kita alami/rasakan pada Tuhan secara jujur dan apa adanya. Sama seperti pemilik rumah yang menceritakan kepada tetangganya bahwa ia butuh roti. Itu mungkin memalukan bahkan aib bagi si pemilik rumah tapi dengan kerendahan hatinya ia rela menceritakan itu semua kepada tetangga, tetangga pun memahami dan akhirnya memberi pertolongan. Oleh karena itu, ungkapkanlah pada Tuhan segala hal yang tengah dirasakan. Tuhan tidak akan sedih mendengar cerita kita, justru kalau kita tidak menceritakan apa-apa bisa jadi Tuhan akan sedih. Sama seperti sepasang suami istri yang sudah memiliki anak, kalau suatu hari tiba-tiba anak tidak mau cerita apa-apa, rasanya ada yang aneh bukan? Begitu pula relasi kita dengan Tuhan. Tuhan sebagai orang tua dan kita sebagai anakNya.

Tuhan Yesus memberkati. Amin

 

 

(BCP/ Yokhanan Krisda Karunia)

 

[1] William Barclay, The Daily Study Bible: The Gospel of Luke, (Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press, 2001), 171-173

[2] ibid

share

Recommended Posts