Pada Waktu Tidur
Bacaan: Mazmur 127: 1-5
127:1 Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN yang membangun 1 y rumah 2 , sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal z kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. 127:2 Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti a yang diperoleh dengan susah payah–sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya b pada waktu tidur 3 . c 127:3 Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN 4 , dan buah kandungan adalah suatu upah. d 127:4 Seperti anak-anak panah e di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. 127:5 Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. f Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh g di pintu gerbang. h
Tidur adalah mekanisme hidup yang wajar dan semua orang pasti mengalami/ menjalaninya. Saat tidur, kita benar-benar tidak sadar dan tidak mampu berbuat apapun. Tidur adalah “keadaan tidak berdaya”.
Dalam konteks ayat diatas, bukan hanya berserah total namun kita harus menyadari bahwa semua kepandaian, kemampuan, skill, manajemen yang hebat, pengalaman yang membumi, dan segudang prestasi itu hanyalah debu saja jika dibandingkan dengan kuasa Tuhan yang sangat besar. Jikalau bukan Tuhan Yesus yang menyentuh dan berkarya, maka tidak ada kuasa dan dampaknya sama sekali. Yang perlu digaris bawahi di sini, adalah KERENDAHAN HATI. Kemampuan berpikir, wawasan yang luas, hebat dalam kepemimpinan atau orang yang memiliki kreativitas luar biasa, “Hamba Tuhan” yang hebat, menjangkau dan memuridkan orang-orang besar di dunia ini, itu semua karena Tuhan sudah memberikan peluang dan berkenan memakai dengan kuasa-Nya. Kerendahan hati itu seperti bernafas. Kerendahan hati tidak lepas dari kesadaran diri, betapa sesungguhnya kita tidak layak di hadapan Tuhan, ibarat keset kotor yang bahkan untuk membersihkan kaki saja tidak bersih.
Jadi ketika “Dia memberikannya pada waktu tidur…” itu bukan hal yang sembarangan dan sepele. Itu karena kasih-Nya begitu hebat, begitu luar biasa rasa sabar-Nya sehingga kita dijadikan berharga dan layak di hadapan-Nya. Hanya Tuhan Yesuslah yang layak diangkat dan diagungkan setinggi-tingginya.
Ketika kita down to Earth/ injak bumi, itu tidak hanya berlaku saat kita sedang direndahkan, “Di paido” (Jawa: dicela/dikomplain karena tidak dipercaya), atau dibanding-bandingkan dengan yang lain. Ketika kita sedang merasa rendah hati, ini justru paling kritis. Jadi kapan saja dimana saja, kalau kita sudah merasa rendah hati, cepat-cepat memohon pertolongan Tuhan agar kita dimampukan untuk rendah hati.
Dengan belajar rendah hati, maka kita akan diberi imun yang luar biasa, untuk mengucap syukur dalam segala hal, “kebal” dari sakit hati, mengurangi rasa kecewa, bahkan dimampukan mencintai musuh (orang yang sangat menjengkelkan dan menyakitkan). Apabila kita sedang berhasil atau mendapatkan tempat dan posisi bergengsi, kita harus semakin banyak berdoa dan harus melekat kuat pada- Nya agar dimampukan untuk Rendah Hati.
Hanya bersama Tuhan dan dalam pimpinan Roh Kudus kita bisa meredakan kesombongan dan tunduk pada otoritas kuasa-Nya. Pada saat kita beraktivitas, bahkan sedang berdoa atau menyampaikan Firman Tuhan sekalipun, kita bisa menjadi sombong. Kiranya Tuhan menolong kita, memberikan kepekaan rohani agar kita bertumbuh dengan memangkas kesombongan dan keangkuhan.
Inspirasi: Mari belajar memiliki jiwa dan hati yang bersih dan pasrah seperti orang tidur agar Tuhan berkarya di dalam dan melalui kehidupan kita yang sederhana.
(LPMI/Rini Djatikoesoemo)
Recommended Posts
Mengalirkan Air Kehidupan
November 23, 2024
Kemenangan yang Menguatkan
November 22, 2024
Semangat Pahlawan, Iman yang Tak Tergoyahkan
November 21, 2024