Merdeka, Lihat ke Dalam!
Bacaan: Keluaran 18:13-27
“Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun engkau wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah.” (Kel. 18:19)
Tatkala menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar”, tentu saja itu bisa membangkitkan semangat juang, demi mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa ini bukan? Namun harus diakui bahwa di tengah perjuangan itu ada saat-saat terasa lelah, baik fisik maupun mental, di antara para pejuang kemerdekaan itu. Sudah pasti di saat-saat seperti itu, ada iklim saling mendorong dan bukan merongrong satu sama lain. Jika saling merongrong yang terjadi, mungkin kemerdekaan bangsa ini sulit terwujud.
Yitro, digerakkan Tuhan untuk memerhatikan Musa, yang sedang berjuang keras memimpin bangsa Israel yang keras kepala itu. Ia tidak datang untuk mencela tetapi untuk membela menantunya, yang sedang kewalahan dan kelelahan itu. Ia mengajak Musa untuk melakukan konsolidasi ke dalam dirinya dahulu. Apa itu? Rupanya Musa harus mengubah mindsetnya kepemimpinannya yang single-fighter ke team-fighter. Naluri manajerial yang Tuhan tanamkan dalam hati Yitro itu, dirasa sebagai ‘penyelamat’ kepemimpinan menantunya. Maka tak lama kemudian Yitro harus memberi nasihat agar Musa mengubah strategi kepemimpinannya. Di sini jelas bahwa seorang pemimpin harus sensitif, kreatif, dan bijaksana. Musa diingatkan untuk memiliki manajemen “organizing” yang lebih solid. Mungkin ia akan menggunakan gaya kepemimpinan, apakah itu instruktif, koordinatif, partisipatif atau delegatif, tergantung kebutuhan. Tetapi tampaknya Yitro ingin Musa mengatur dan mendelegasikan tugas-tugasnya kepada sejumlah pemimpin bawahan lainnya. Dia perlu mengangkat hakim-hakim yang bertugas membantunya untuk mengurus hal-hal yang lebih mikro; perkara hukum dan sebagainya. Sementara Musa sendiri fokus pada hal-hal yang lebih makro, terutama memerhatikan kondisi kehidupan rohani umat itu. Prinsip kepemimpinan ini juga terlihat dalam pelayanan Tuhan Yesus sendiri. Ia mengangkat sejumlah pemimpin utama dalam rangka efektifitas pelayanan- Nya itu (cf. Lukas 6:12-16; 10:1-12). Jadi ada saatnya Musa harus introspeksi, mengevaluasi kinerjanya, demi pelayanan yang lebih baik. Meskipun letih, lelah, sakit, bahkan bisa mengeluh itu adalah manusiawi, namun seorang pemimpin dapat belajar lebih berhikmat untuk meminimaliser potensi- potensi yang tidak produktif.
Bagaimana dengan kita? Kalau Musa saja seorang pemimpin besar perlu konsolidasi diri, apalagi kita ini, pasti sangat memerlukannya. Mengapa? Dalam rangka pekerjaan pelayanan yang lebih efektif, untuk memaknai kemerdekaan yang dikaruniakan Tuhan.
Inspirasi: Bekerja keras bahkan dengan kerelaan berkorban adalah satu hal, namun bagaimana bekerja dan melayani secara efisien dan efektif adalah hal lain.
(LPMI/Boy Borang)
Recommended Posts
Mengalirkan Air Kehidupan
November 23, 2024
Kemenangan yang Menguatkan
November 22, 2024
Semangat Pahlawan, Iman yang Tak Tergoyahkan
November 21, 2024