Waktu Kudus

Bacaan : Imamat 23 : 1 – 8
Selama enam hari pekerjaan boleh dilakukan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada Sabat, hari perhentian penuh, suatu pertemuan kudus. Pekerjaan apapun jangan kamu lakukan, itulah Sabat bagi TUHAN di segala tempat kediamanmu. — Imamat 23:3 TB2
Dalam Imamat 23, Tuhan menetapkan hari-hari raya dan waktu kudus sebagai bagian dari ritme hidup umat-Nya. Salah satunya adalah Sabat, hari ketujuh yang dipisahkan untuk berhenti dari segala kesibukan dan beristirahat di dalam hadirat Tuhan. Sabat bukan hanya tentang menghentikan pekerjaan, tetapi tentang menata kembali hati agar selaras dengan kehendak Allah. Di sinilah umat diundang untuk datang dalam “pertemuan kudus”, ruang di mana Tuhan dan manusia bertemu dalam keheningan, penyembahan, dan penguatan iman.
Namun dalam kehidupan modern, konsep Sabat sering terabaikan. Banyak orang merasa bersalah jika tidak produktif, padahal Tuhan sendiri memberi izin — bahkan perintah — untuk berhenti sejenak. Sabat bukan kemunduran, tapi justru langkah maju untuk menjaga kesehatan jiwa. Ini adalah ruang untuk mengenal kembali diri kita di hadapan Tuhan, bukan sebagai pekerja, tapi sebagai anak yang dikasihi. Dalam waktu yang kita sisihkan untuk Sabat, kita membiarkan Tuhan menyentuh bagian terdalam hidup kita yang sering kita abaikan.
Menjalani Sabat masa kini tidak selalu berarti diam di rumah seharian. Kita bisa menghidupinya dengan cara-cara yang sederhana tapi penuh makna — seperti meluangkan waktu bersama keluarga. Misalnya dengan berolahraga bersama, berjalan santai sambil berbincang, atau melakukan aktivitas yang mempererat hubungan. Dalam kebersamaan itu, ada tawa, ada pelukan, ada perhatian. Semua itu adalah bentuk ibadah yang hidup, ketika kasih Tuhan mengalir di antara anggota keluarga, dan kehadiran-Nya dirasakan lewat hubungan yang hangat dan saling menguatkan.
Dengan demikian, kita memahami bahwa Sabat zaman sekarang bukan sekadar berhenti dari bekerja, tetapi juga membangun kembali keintiman dengan Tuhan dan sesama, terutama dalam lingkup keluarga. Saat kita memilih untuk hadir — secara utuh dan sengaja — dalam waktu bersama mereka yang kita kasihi, kita sedang menjawab undangan Tuhan untuk masuk ke dalam perhentian-Nya. Sabat menjadi nyata, bukan hanya sebagai hari, tetapi sebagai sikap hidup.
Sabat adalah undangan Tuhan: untuk hadir, mendengar, dan dipulihkan dalam kasih-Nya.
TIM WEB
Recommended Posts

REFORMASI & PEMIKIRANKU
Oktober 06, 2025

REFORMASI & PENGORBANANKU
Oktober 04, 2025

REFORMASI & PERGUMULANKU
Oktober 03, 2025