OPOSISI KETULUSAN HATI

Firman Tuhan: Kisah Para Rasul 4:32-37
“Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasulrasul.” (Kisah Para Rasul 4:37)
Menjadi orang tulus di dunia yang bengkok ini, bukan saja sukar tapi tampaknya tidak mungkin. Umumnya ada pamrihnya atau ada udang di balik batu. Ini dapat menjadi penghalang suatu ketulusan. Tetapi tunggu dulu! Ternyata masih banyak juga orang yang bersikap tulus, murni dan tak ada maksud apa-apa, di balik tindakan atau pemberian mereka. Mereka itu termasuk orang-orang percaya di abad pertama, salah satunya adalah Yusuf – Barnabas, yang menjual ladang miliknya, lalu mempersembahkannya bagi Tuhan. Apakah ia tulus? Orang yang dipenuhi Roh Kudus, selalu belajar
tulus dalam hal apapun, baik dalam beribadah, melayani, maupun saat memberi. Tentu ini sangatlah berbeda dengan Ananias dan Safira (Kis. 5), yang ketulusannya sirna itu. Demikian juga Akhan, yang gagal menjaga hati, sehingga ketidaktulusannya membangkitkan murka Allah, terhadap bangsa Israel itu (Yos. 7).
Dalam sebuah artikel, ketulusan hati – sincerity, “understood as genuineness, purity of motive, andheart, was a highly valued virtue in the ancient church and continues to be a central to Christianfaith.” Memang orang yang hidup dalam ketulusan dan kemurnian, pasti ada godaan untuk tida tulus. Akan banyak suara atau bisikan yang berasal dari Iblis. Si raja kegelapan itu, senang jika hati seseorang dipenuhi motif yang tidak murni, melakukan sesuatu karena terpaksa, dan bersungut sunggut. Bahkan ia senang apabila seseorang menyesali apa (kebaikan) yang dia lakukan. Bahwa ia telah teledor, tanpa pikir panjang, merasa rugi, sehingga hatinya kehilangan sukacita. Seperti ada cerita, seorang yang belum percaya memberi kontribusi besar untuk pembangunan sebuah gedung gereja. Harapan dia, dengan memberi itu, usahanya lebih sukses. Namun kenyataannya, usahanya bankrut, dan akhirnya ia meminta kembali semua kontribusinya itu. Ketidaktulusannya telah menghalangi berkat yang seharusnya ia terima.
Dalam sebuah artikel ditulis, “Jika seseorang bertindak dengan tulus, maka akan ada dampak positif atau manfaat yang diperoleh dari tindakan tersebut. Ini bisa berupa kebaikan yang datang pada dirinya, hubungan yang lebih baik dengan orang lain, atau bahkan perasaan damai dan sukacita dalam dirinya sendiri.” Seharusnya, setiap orang Kristen sejati tentu sangat setuju hal ini, karena dia sudah mengalaminya. Baginya melayani, membantu, berjuang keras untuk orang lain, bukan supaya ia diberkati, tetapi karena ia sudah beroleh berkat. Pasti ada godaan untuk bergeser ke motivasi yang tidak murni (mau dipuji, dihargai, dihormati), tetapi dia tidak meladeninya, karena kalau begitu, semuanya menjadi sia-sia, seperti pekerjaan yang terbakar, yang merugikan dan membawa penderitaan saja (cf. 2 Kor. 3:15). Ingat perkataan Yesus tentang orang Samaria yang murah hati? Ketulusannya sangat nyata (Luk. 10:25-37). Pertanyaan bagi kita, apakah kita telah belajar tulus selama ini?
Inspirasi: Tahu bahwa bekerja melayani dan memberi dengan tulus adalah sesuatu yang indah tidaklah cukup kecuali mengalami keindahannya melalui perilaku dan tindakan yang nyata. (BB)
LPMI/Boy Borang
Recommended Posts

REFORMASI & PEMIKIRANKU
Oktober 06, 2025

REFORMASI & PENGORBANANKU
Oktober 04, 2025

REFORMASI & PERGUMULANKU
Oktober 03, 2025