OPOSISI KESUKAAN MELAYANI

Firman Tuhan: Kisah Para Rasul 16:13-18
“Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: “Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.” Ia mendesak, sampai kami menerimanya.” (Kisah Para Rasul 16:15)
Seorang pemuda tertantang menyerahkan dirinya untuk melayani pekerjaan Tuhan. Semangat dan kesukaannya melayani, mulai dari memberitakan Injil secara pribadi, sampai pada kegiatan-kegiatan latihan pemuridan. Seiring berjalannya waktu, rupanya ia mulai mengalami tantangan dan persoalan dalam pelayanan. Ia pun datang pada seorang hamba Tuhan senior, ia berkata: “Pak, saya kan sudah melakukan apa baik dan benar, namun akhir-akhir ini saya banyak terganggu dengan berbagai sikap yang tidak senang dengan pelayanan saya. Saya merasa beban semakin berat Pak. Bagaimana menurut pandangan bapak?” Dengan nada tenang dan tampak serius, hamba Tuhan itu berkata, “Saran saya, stop saja melayani, supaya tidak ada tantangan.” Sang pemuda pun kaget, ia tidak setuju kalau disuruh berhenti melayani. Dari jawaban itu, ia pun sadar bahwa namanya melayani sudah pasti harus menghadapi kesukaran.
Apakah Lidia, pengusaha kain ungu yang menjadi percaya itu, sadar bahwa melayani Yesus bukan sesuatu yang mudah? Tidak secara eksplisit ditulis, tapi pasti dia tahu ada harga yang harus dibayar. Bukan sesuatu yang biasa, tatkala dia harus mulai mendukung pelayanan misi. Adalah sesuatu yang baru, apabila dia harus mengajak Paulus dan Silas menumpang di rumahnya. Tetapi dia bersukacita karena boleh melayani Tuhan. Seperti para wanita yang ikut melayani rombongan Yesus itu (Luk. 8:1-3). Dalam pelayanan itu, Lidia mulai tahu bahwa ada implikasi, ada sesuatu yang harus ia persembahkan, apakah itu tenaga, waktu, dana dan sarana untuk mendukung pelayanan misi. Lukas menulis bahwa Lidia mendesak Paulus dan Silas untuk menumpang di rumahnya. Kata “mendesak” berarti dia sangat berharap, dia meminta kesediaan untuk melayani keluarganya dahulu. Dia merindukan firman dan persekutuan dengan kedua hamba Tuhan itu. Dan tentu saja betapa sukacitanya dia, ketika permintaannya dikabulkan. Ini ada kesamaan dengan pelayanan kita masa kini, di mana kita pergi, bukan? Setelah merasakan berkat rohani, mereka meminta agar tim pelayanan jangan dulu pergi. Di sana tersirat satu hal, bahwa memang perlu ada follow-up. Setiap momentum pelayanan, menghasilkan movement (gerakan) lanjutan. Jadi di balik permintaan Lidia,
ada suatu kesempatan bagi Paulus dan Barnabas untuk membangun gerakan, dengan penuh sukacita, meskipun Iblis memang tidak suka itu terjadi (ay. 16-18).
A.H. Ackley, dalam lagu gubahannya, “I am happy in the service of the King”, lirik bait satunya berbunyi: “Kubersukacita bekerja bagi Raja atas s’gala Raja. Hatiku penuh sukacita damai, s’bab bekerja bagi-Nya. Kumau persembahkan s’mua, bekerja bagi Raja. Ada sukacita damai, sebab bekerja bagi-Nya.” (PPK 201). Bagaimana dengan kita? Ada kesukaan dalam melayani Tuhan?
Inspirasi: Kesukaan melayani, bukan produk dari karakter orang berdosa, tetapi suatu karunia sorgawi, untuk memberi kekuatan bagi orang percaya, dalam mengerjakan pelayanannya. (BB)
Recommended Posts

AMANAT AGUNG DIGENAPI
September 13, 2025

KECEWA KEMUDIAN PUTUS ASA
September 12, 2025

BERKAT DAN HARAPAN
September 11, 2025