MERDEKA DARI “AJUDAN” SESAT

Firman Tuhan: 1 Samuel 26: 1-25
“Lalu berkatalah Abisai kepada Daud: “Pada hari ini Allah telah menyerahkan musuhmu … izinkanlah kiranya aku menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini, dengan satu tikaman saja, tidak usah dia kutancapkan dua kali.” Tetapi kata Daud kepada Abisai: “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman?” (1 Samuel 26:8-9)
Perang Jawa (Diponegoro vs penjajah Belanda) adalah perang termahal di era pra kemerdekaan. Kerusakan besar ini diawali bisikan dan siasat busuk dari orang-orang yang dekat dengan Sultan. Mereka mengadunya dengan sang paman tertua (Pangeran Diponegoro). Perang antara saudara sebangsa yang berpusat di kesultanan Mataram Yogyakarta itu diperkirakan menelan 20% nyawa penduduk kerajaan.
Abisai dan Yoab kakaknya serta Asael adiknya adalah panglima utama raja Daud (2 Sam 23:18). Mereka memiliki dedikasi dan kecakapan tinggi, selain itu mereka adalah keponakan Daud. Namun dalam kisah ini kita melihat kepribadian asli dari Abisai. Saat menyertai Daud dalam “operasi senyap” mendekati Saul di perkemahan, Abisai mengusulkan agar Saul yang sudah lengah di depan mata segera dibunuh. Tingkat keberhasilan eksekusi itu di atas 80%, tetapi Daud menolak dengan tegas usulan Abisai. Saul adalah raja yang legal dan diurapi Tuhan sehingga tidak layak dibunuh dengan hukum manusia yang terbatas ini. Daud bahkan masih sempat mengingatkan dan mengajarkan prinsip alkitabiah yang penting kepada Abisai, di dalam kemah Saul (ay 9-11). Akhirnya dengan cara bijak Daud meluluhkan amarah Saul. Abisai terhindar dari hukuman Tuhan, tetapi panglima Abner dan para tentara dipermalukan. Saul sendiri terhindar dari dosa untuk sementara waktu. Ia mengerti ketulusan hati dan dedikasi Daud padanya sebagai raja Israel yang dipilih Tuhan.
Semua pemimpin memiliki orang dekat baik (secara struktural maupun personal). Hati- hatilah agar kedekatan itu tidak membutakan obyektifitas berpikir dan prinsip-prinsip Alkitabiah sehingga mentolelir kejahatan dan memelihara cacat cela organisasi. Pemimpin yang benar harus konsisten mengasah kepekaan dan ketegantungan pada hikmat Allah dalam setiap keputusan. Semakin tinggi struktur kepemimpinan seseorang, maka semakin tinggi pula resiko dari keputusan yang diambil. (WDj)
Inspirasi: Pemimpin sejati harus mampu mengendalikan tim dalam prinsip Alkitabiah yang kokoh untuk membangun integritas kepemimpinannya.
LPMI/Wahju Djatikoesoemo
Recommended Posts

REFORMASI & PEMIKIRANKU
Oktober 06, 2025

REFORMASI & PENGORBANANKU
Oktober 04, 2025

REFORMASI & PERGUMULANKU
Oktober 03, 2025