Bahagia itu Sederhana

Bacaan: Pengkhotbah 2:1-11

Ketika aku meninjau segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala jerih payah yang telah kulakukan untuk itu, lihatlah semuanya itu  kesia-siaan dan usaha menjaring angin, tidak ada yang bermakna dibawah matahari.  (Pengkhotbah 2:11 TB 2 )

 

Pernahkah kita  melihat anak-anak kampung yang sedang memancing di sawah? Mereka duduk di pinggir sawah, tangan memegang pancing sederhana, mata tertuju pada umpan yang tergantung di ujung tali. Mereka tidak membutuhkan kemewahan atau kesibukan yang luar biasa untuk merasakan kebahagiaan. Suasana tenang, suara alam, dan harapan kecil akan ikan yang tertangkap sudah cukup membuat mereka bahagia. Betapa sederhana, namun penuh makna.

Begitu pula dengan yang diajarkan oleh Pengkhotbah dalam kitabnya. Ia merenungkan segala pencapaian, kekayaan, dan kenikmatan duniawi yang telah ia peroleh, tetapi semuanya terasa kosong. Ia menyadari bahwa pencarian kebahagiaan dalam hal-hal duniawi hanyalah usaha mengejar angin. Kebahagiaan yang sejati tidak ditemukan dalam materi atau kesenangan semata, melainkan dalam kedamaian hati yang sederhana, seperti kebahagiaan anak-anak kampung yang sedang memancing dengan harapan yang tidak terlalu muluk.

Bahagia itu sederhana. Seperti anak-anak yang bersenang hati dengan pancing dan umpan mereka, kita diajak untuk menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Tak perlu mencari kebahagiaan dalam hal yang besar dan mewah, karena sering kali kebahagiaan datang dari kedamaian hati, rasa syukur, dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita kasihi.

Akhirnya, mari kita ingat bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa dibeli atau dicapai melalui pencapaian duniawi, melainkan sesuatu yang hadir dalam kesederhanaan hidup kita.

Kebahagiaan terletak pada kepuasan hati yang sederhana, bukan pada apa yang kita miliki, tapi pada apa yang kita syukuri.

TIM WEB