Beban yang Mulia

Beban yang Mulia

Bacaan: Mazmur 39

Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (Mazmur 39:5)

Bagaimana perasaan kita, ketika kita ada dalam tekanan atau penderitaan yang berat? Apakah kita merasakan sama seperti yang Daud rasakan? Daud menggambarkan tentang perasaannya yang tertekan dan menderita dalam Mazmur 39. Dalam situasi seperti ini membawa Daud menyadari betapa fana atau pendek hidupnya (5b); Betapa singkat Tuhan tentukan umurnya (ayat 6a); Hidupnya seperti sesuatu yang hampa (6b). Selanjutnya ia menggambarkan keadaan manusia bahwa: Setiap manusia hanyalah kesia-siaan (6c, 11c); Ia hanyalah bayang-bayang yang berlalu ( 7a); Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti (7b). Daud menyadari juga bahwa tekanan dan penderitaan yang dialaminya oleh karena dosa, pelanggaran dan kesalahannya (ayat 2, 3, 9 dan 12). Tidak ada jalan terbaik yang ia dapat lakukan selain menanti-nantikan Tuhan dan terus berharap kepada-Nya. Dalam ayat 8 ia menulis tentang hal ini: “Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap.” Setiap kita pasti mengalami tekanan atau penderitaan yang berat dalam hidup ini. Dan mungkin saat ini kita sedang mengalaminya.

Yesus sendiri sebagai manusia mengalami tekanan dan penderitaan yang berat, bukan karena Ia berbuat dosa, tetapi karena Ia menanggung dosa manusia. Peristiwa taman Getsemani dan Golgota menunjukkan kepada kita tentang penderitaan Yesus yang sangat dalam dan berat. Hal ini terlihat dalam kata-kata- Nya ketika Ia bersama murid-murid-Nya di taman Getsemani: “Lalu kata-Nya kepada mereka: ‘Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’” (Matius 26:38). Yesus adalah Allah dan juga manusia. Dalam ayat ini, sebagai manusia sejati Yesus sangat membutuhkan teman dalam menghadapi semua tekanan dan penderitaan yang sedang dan akan Ia jalani: “Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Dan juga yang sangat penting adalah, sebagai manusia, Ia menanti-nantikan dan berharap kepada Bapa-Nya. Hal ini sangat terlihat pada kesungguhan-Nya berdoa kepada Bapa-Nya: “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: ‘Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’”(Matius 26:39). Doa ini juga diulangi-Nya dalam ayat 42. Ia tahu bahwa, apa yang sedang Ia alami adalah dalam rencana Agung yang Allah sudah rencanakan untuk Ia jalani dan selesaikan (baca Yoh 3:16). Apakah Ia menjalaninya dan menyelesaikannya? Peristiwa Kayu Salib yang sudah kita ikuti dalam Jumat Agung dan Paskah memberikan jawaban kepada kita akan kemenangan yang Ia sudah berikan kepada kita orang percaya yang terus berharap kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa kita.

Inspirasi: Menanti-nantikan Tuhan dan berharap kepada-Nya adalah jalan keluar yang terbaik bagi kita untuk kuat dan bertahan untuk melewati semua tekanan dan penderitaan dalam hidup ini dengan kemenangan bersama Tuhan.

(LPMI/Jerry Tamburian)

share

Recommended Posts