Berjalan Dalam Iman

Berjalan Dalam Iman

Bacaan  : Roma 4:1-12

Sebab, apa yang dikatakan Kitab Suci ? “Lalu percayalah Abraham kepada Allah dan Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” — Roma 4:3 TB2

 

Setiap pagi, sebelum kita melangkah menghadapi aktivitas, ada baiknya kita berhenti sejenak untuk merenungkan apa yang sebenarnya menjadi dasar kekuatan kita. Banyak orang memulai harinya dengan daftar panjang pekerjaan yang harus diselesaikan, target-target yang harus dicapai, dan kekhawatiran-kekhawatiran yang membayangi. Tidak sedikit dari kita yang merasa bahwa nilai diri kita diukur dari seberapa banyak hal yang bisa kita lakukan, seberapa sukses kita menjalani peran dalam keluarga, pekerjaan, ataupun pelayanan. Namun, pagi ini Firman Tuhan dalam Roma 4:3 mengingatkan kita tentang sesuatu yang lebih mendasar dan lebih penting dari semua itu. Dikatakan, “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, dan Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Ini adalah kunci kehidupan Abraham yang diperkenan oleh Tuhan. Bukan perbuatan atau prestasinya yang membuatnya dibenarkan di hadapan Allah, melainkan imannya. Abraham percaya kepada janji Tuhan, meskipun secara manusia itu tampak mustahil, dan kepercayaannya itulah yang diperhitungkan sebagai kebenaran oleh Allah.

Hal ini menjadi pelajaran penting bagi kita hari ini. Sering kali kita berpikir bahwa dengan usaha sendiri kita bisa membuktikan diri layak di hadapan Tuhan dan orang lain. Kita bekerja keras, berusaha memenuhi standar-standar yang kita ciptakan sendiri, dan terkadang merasa gagal saat kenyataan tidak sesuai harapan. Namun, pagi ini Tuhan mau kita kembali ke dasar: iman. Iman seperti Abraham—percaya tanpa harus melihat terlebih dahulu, berharap meskipun kenyataan berkata sebaliknya. Memulai hari dengan iman kepada Tuhan adalah keputusan untuk mempercayakan hidup dan langkah kita kepada-Nya, meskipun kita belum tahu bagaimana semua akan berjalan. Percaya bahwa Dia yang memegang kendali, bukan kekuatan kita sendiri.

Mungkin hari ini kita menghadapi rutinitas yang melelahkan. Ada pekerjaan yang belum selesai, pelanggan yang sulit dihadapi, target yang terasa jauh, atau bahkan hati yang lelah dengan aktivitas yang sama setiap hari. Tapi ingat, Abraham pun menjalani proses panjang dalam penantian tanpa melihat hasil secara langsung. Yang membedakannya adalah sikap hatinya yang percaya kepada Tuhan, dan itulah yang membuat Allah memperhitungkan imannya sebagai kebenaran. Kita pun diajak untuk memulai hari ini dengan sikap yang sama—percaya, meski belum ada tanda-tanda jawaban doa yang kita harapkan. Kita mungkin merasa tidak cukup layak, tapi anugerah-Nya yang menyempurnakan. Kita mungkin merasa pekerjaan hari ini terlalu berat, tapi kekuatan-Nya yang memampukan.

Memulai hari dengan membaca firman Tuhan seperti ini adalah langkah kecil yang bisa memberi kekuatan besar. Saat kita meluangkan waktu untuk merenungkan janji Tuhan, kita sedang memperkuat dasar iman kita. Ini bukan soal ritual semata, tetapi tentang mengisi hati dengan kebenaran agar kita punya kekuatan menghadapi hari. Kita diingatkan bahwa yang paling penting bukan apa yang kita lakukan, melainkan kepada siapa kita percaya. Abraham menjadi contoh bahwa iman lebih utama dari perbuatan, dan dari iman itulah tindakan kita kemudian akan menyusul dengan arah yang benar. Maka dari itu, sebelum kita mulai beraktivitas, mari bersandar kepada Tuhan lebih dulu. Percaya bahwa hari ini Dia yang berjalan di depan kita, menuntun setiap langkah, dan memberkati segala usaha kita. Dengan iman yang teguh, kita akan sanggup menghadapi apa pun yang ada di depan.

 

“Awali hari dengan iman, jalani dengan taat, dan akhiri dengan syukur. Tuhan yang memimpin langkah kita, bukan kekuatan sendiri.”

 

TIM WEB

share

Recommended Posts