Berpura-pura Dalam Ibadah ?

Berpura-pura Dalam Ibadah ?

Bacaan : Hosea 6:1-6

“Sebab aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai
pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.” (Hosea 6:6)


Bila ditanya,”Lebih mahal mana 100 ekor domba yang siap disembelih, atau
sebuah hati manusia yang mau mengenal Tuhan? Seorang pengusaha kecil mungkin
akan melihat yang 100 domba bukan? Karena baginya, apalah artinya hati manusia,
tidak bisa dijual dan juga tak bisa dimakan. Seratus domba lumayan, bisa jadi modal
usaha, bisa dijual, bisa juga di makan. Ini tentu saja menggambarkan pemikiran
orang dunia yang tak mengerti soal ibadah.

Meskipun sudah diberitahu bahwa ibadah itu adalah soal kesetiaan atau sikap
hati yang tulus, bukan dengan pengorbanan lahiriah (menyembelih binatang) yang
hanya simbol , tetap saja manusia itu lebih melekat kepada tradisi itu. Hal ini
kembali tampak dalam kehidupan umat Israel yang disebut tak setia itu.
Ketidaksetiaan yang sudah digambarkan melalui rumah tangga Hosea itu, rupanya
tidak juga sepenuhnya disadari. Masih ada sikap kepura-puraan (munafik) di dalam
ibadah mereka kepada Allah. Sudah begitu jelas bahwa Allah tidak suka dengan
korban sembelihan (tindakan agamawi yang legalistik), tetapi tanpa kesetiaan. Yang
Ia mau adalah hasrat untuk mengenal-Nya lebih dalam, dan bukan simbol-simbol
agama berupa korban bakaran itu. Suatu persembahan hidup yang kudus dan
berkenan kepada Allah, yang spiritual, bukan ritual belaka (cf. Roma 12:1). Yesus
mengecam keras keagamaan seperti itu, ketika Ia berkata: “Celakalah kamu hai ahli
ahli Taurat dan orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperi
kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi
yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis
kotoran.” (Mat.23:27).

Kecaman yang sama, juga bagi kekristenan kita masa kini. Apakah salah ketika
kita memperindah, mengurus hal-hal lahiriah dalam ibadah kita? Apakah salah jika
kita menampilkan hasil pelayanan yang hebat? Apakah salah jika kita melakukan
inovasi-inovasi baru? Tidak! Justru Allah menghargainya. Tetapi apa dulu motifnya?
Tuhan kita tidak dapat dikelabui dengan semua yang tampak di luar, karena Ia
melihat kemurnian hati. (Band. 1 Kor. 3:12-13). Maka kita ditanya sekarang; untuk
apa dan apa tujuan kita melayani Dia?

Inspirasi : Motivasi selalu menjadi acuan untuk menguji setiap perilaku yang
tampaknya beribadah, apakah itu berkenan kepada Allah atau tidak, sebab Ia
mengenal hati. 

 

(LPMI/Boy Borang)

share

Recommended Posts