Demotivational Speech?

Demotivational Speech?

Bacaan: 1 Samuel 17: 23-30

Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang-orang itu, bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: “Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tig ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau ke mari dengan maksud melihat pertempuran.” (1 Samuel 17: 28a)

Dalam beberapa kali sesi ceramah saya mencoba survey sederhana untuk membandingkan seberapa banyak peserta membuat tanda minus dan plus dalam waktu yang sama. Hasilnya rata-rata untuk jumlah tanda minus 2 sampai 3 kali lipat dari tanda plus. Hal sederhana ini menjadi analogi bahwa berpikir negatif itu lebih mudah dan cepat dibanding berpikir positif. Agaknya untuk berpikir positif kita membutuhkan energi dan waktu yang lebih banyak.

Dalam bacaan kita Eliab sang kakak sulung begitu cepat berespon negatif pada adik bungsunya yang mengunjungi peperangan (ay 28). Namun gertakan kakak sulung ini tidak memadamkan “api iman” di hati Daud untuk membela “barisan Allah yang hidup” dengan melawan Goliat. Padahal tak seorangpun bangsa Israel berani melawan Goliat (termasuk Saul, Abner, Yonatan, apalagi Eliab, Abinadab, dan Syama kakak-kakak Daud) meskipun ada hadiah besar menanti dari raja Saul. Daudpun tidak membantah demotivational speech kakaknya (ay 29), namun justru berpaling dan tidak memerdulikannya, bahkan tetap bertanya pada orang lain perihal masalah Goliat dan apa jadinya jika Goliat dikalahkan (ay 29). Kedua kalinya Daud diragukan oleh Saul (ay 33) dan dengan orasi imaniahnya akhirnya dapat meyakinkan Saul (ay 37b). Iman Daud akhirnya terbukti saat Goliat tewas (ay 40-51). Pada akhirnya Nama Tuhan yang ditinggikan oleh kemenangan ini dan tentunya nyali para anak Tuhan menjadi mekar, laskar Filistin porak poranda dan kemenangan direngkuh Israel (ay 52 dst).

Belajar dari narasi di atas, kata negatif selalu ada dimanapun dan oleh siapapun, pilihan kita adalah abaikan atau jelaskan jika mungkin. Selanjutnya tetap berpikir positif dan usahakan berkumpul dengan orang yang berpikir positif, terbuka, dan mendukung. Keyakinan kita semakin tumbuh dan terjaga, sehingga visi misi hidup kita tergenapi dalam penyertaan-Nya. Mari kita abaikan hal-hal negatif agar mata kita tetap jernih memandang kuasa dan kedaulatan Allah yang sempurna.

Inspirasi: Ungkapan negatif harus dilawan dengan rendah hati, kerja keras, dan fokus pada rancangan Allah.

(LPMI/ Wahju Djatikoesoemo)

share

Recommended Posts