DISIPLIN ROHANI YANG BENAR

Firman Tuhan: Lukas 5:33-35
“Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Lukas 5:33-35)
Pernahkah kita memaksakan diri dengan disiplin-disiplin rohani yang kita buat dengan tujuan supaya kita berubah. Misalnya kita ingin berubah dari suatu sikap atau tindakan kita yang sering kita buat dan membawa kita kepada dosa. Pertanyaanya adalah berapa lama kita bertahan dengan disiplin- disiplin tersebut? Apakah satu hari atau tiga hari atau satu minggu? Bukankah pengalaman kita menunjukkan bahwa kita selalu gagal! gagal dan gagal. Hal itulah yang dialami oleh orang-orang farisi yang sangat ketat dengan disiplin-disiplin rohani tetapi kecendrungannya mereka menjadikan hal itu sebagai legalistik beragama saja.
Dalam bagian firman Tuhan hari ini, Lukas menceritakan tentang keheranan orang-orang Farisi melihat kebiasaan murid-murid Yesus yang berbeda dengan kebiasaan mereka dalam menjalankan ibadah. Keheranan ini terlihat dari kata-kata mereka kepada Yesus, “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.”(Ayat 33). William Barclay, menulis tentang kebiasaan orang Farisi, bahwa mereka berpuasa pada hari Senin dan Kamis, dan sering kali mereka melumuri wajahnya dengan bedak sehingga setiap orang tahu bahwa mereka sedang berpuasa. Mereka melakukan puasa dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Dan sesudah itu mereka bisa makan seperti biasa. Tujuan mereka melakukan itu adalah mengharapkan perhatian Allah bagi yang berpuasa. Bahkan bagi mereka doa- doanya pun diatur. Doa harus di lakukan pada jam 12 tengah hari, jam 3 dan jam 6 petang.
Yesus sendiri menolak kebiasaan-kebiasaaan mereka yang berujung pada legalistik beragama saja supaya dilihat dan menyenangkan manusia dan bukan pada motivasi untuk untuk memuliakan Tuhan.(baca. Mat. 23:1-36). Bukan berarti Yesus tidak setuju dengan menyediakan waktu dalam berdoa dan berpuasa, karena Ia sendiri juga melakukan puasa dan memiliki kehidupan doa yang menjadi model bagi kita. Bahkan Ia juga mengatakan tentang murid-murid-Nya bahwa, “apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (ay.35). Tetapi yang Yesus inginkan dari kita adalah menjadikan kehidupan beribadah itu dinikmati sebagai suatu kesukaan yang ceria. Karena sukacita adalah ciri utama orang Kristen. Karena itu Ia memberikan gambaran tentang pernikahan. Dalam pernikahan pasti ada sukacita dan kegembiraan. Yesus ingin agar kita tidak terjebak dengan disiplin-disiplin agama yang di paksakan yang menyebabkan inti dari ibadah itu menyimpang. Karena tujuan ibadah itu adalah memuliakan Tuhan. Inti ibadah menikmati waktu-waktu dengan Tuhan Yesus. Bersukacita bersama Tuhan. Kita besekutu dengan Tuhan dan menikmati kehadiran-Nya.
Bagaimana kehidupan ibadah kita? Bagaimana kehidupan doa dan puasa kita? Apakah kita menjalani hal tersebut karena kita harus melakukan hal itu! Ataukah kita melakukan hal tersebut sebagai suatu kesukaan yang ceria, memuliakan dan menikamati kehadiran Tuhan?
Inspirasi: Mari kita Jalani kehidupan Kristen dengan melihat Tuhan Yesus sebagai model. Menikmati sukacita menjalani kehidupan ini karena keyakinan kita bahwa Tuhan melalui kuasa Roh Kudus beserta dengan kita.
LPMI/Jerry Tamburian
Recommended Posts

THE POWER OF FAMILY
September 20, 2025

THE POWER OF SENDING
September 19, 2025

THE POWER OF LOVE
September 18, 2025