Jangan Lupa Bersyukur dan Berterima Kasih

Jangan Lupa Bersyukur dan Berterima Kasih

Bacaan: Lukas 17:11-19

Kesepuluh orang kusta

17:11 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem f  Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. g  17:12 Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta h  menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh i  17:13 dan berteriak: “Yesus, Guru, j  kasihanilah kami!” 17:14 Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam. k  Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. 17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah l  dengan suara nyaring, 17:16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya 1 . Orang itu adalah seorang Samaria. m  17:17 Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? 17:18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” 17:19 Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau. n 

Hakikat ungkapan terima kasih bersifat universal. Setiap budaya, adat, filsafat, agama dan teologi selalu mengajar kepada setiap orang untuk berterima-kasih saat mereka memperoleh sesuatu. Dengan demikian seharusnya ucapan terima-kasih telah mendarah-daging dalam kehidupan umat manusia. Namun dalam praktek hidup ternyata tidaklah demikian. Kita sering menghadapi kendala untuk menyampaikan terima kasih dengan tulus kepada seseorang yang telah membantu dan memberikan sesuatu. Kendala tersebut disebabkan karena kita menganggap bahwa apa yang dilakukan atau diberikan seseorang kepada kita sebagai sesuatu yang seharusnya. Kita sering merasa bahwa kita layak untuk memperoleh sesuatu atau bantuan tertentu dari orang lain.

Di lain pihak, seseorang yang sejak masih kanak-kanak sampai dewasa mengalami perjuangan hidup yang sangat berat, dia beberapa kali telah mengalami bantuan dan pertolongan dari sesama di luar dugaannya. Dia juga mengingat bagaimana di saat yang sulit dan kritis, tiba-tiba dia memperoleh bantuan sehingga mampu keluar dengan selamat. Pengalaman hidup yang demikian telah mengajar dia untuk selalu mampu menghargai dan mengucapkan terima kasih kepada orang-orang di sekelilingnya.

Tipe orang yang pertama adalah menghayati hidup secara konsumtif, dan tipe orang yang kedua adalah menghayati hidup secara produktif. Tipe konsumtif adalah sikap yang menghayati bahwa realitas kehidupan sebagai sesuatu yang ditujukan untuk melayani kepentingan dirinya. Sedang tipe produktif adalah sikap yang menghayati bahwa realitas kehidupan harus diolah dan diperjuangkan bersama dengan sesama.

Injil Lukas menyaksikan bagaimana saat Tuhan Yesus dalam perjalananNya ke Yerusalem, Dia didatangi oleh sepuluh orang kusta yang berseru: “Yesus, Guru, kasihanilah kami” (Luk. 17:13). Sebagai orang-orang yang berpenyakit kusta pada zaman itu, maka kesepuluh orang kusta tersebut tidak diperkenankan untuk mendekat kepada orang-orang yang sehat. Hukum Taurat menyatakan bahwa seseorang yang terkena penyakit kusta akan dinyatakan sebagai najis: “Imam haruslah memeriksa penyakit pada kulit itu, dan kalau bulu di tempat penyakit itu sudah berubah menjadi putih, dan penyakit itu kelihatan lebih dalam dari kulit, maka itu penyakit kusta; kalau imam melihat hal itu, haruslah ia menyatakan orang itu najis” (Im. 13:3). Padahal kondisi najis dianggap dapat menular kepada orang lain yang menyentuhnya.

Respon Tuhan Yesus terhadap permohonan kesepuluh orang kusta tersebut adalah: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam” (Luk. 17:14). Ternyata saat mereka di perjalanan menuju ke tempat imam, kesepuluh orang kusta tersebut menyadari bahwa mereka telah sembuh. Tampaknya kesepuluh orang kusta tersebut mengalami kesembuhan saat Tuhan Yesus berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam”. Mereka baru menyadari pemulihan dari penyakit kusta setelah mereka berjalan beberapa saat. Walaupun Tuhan Yesus tidak menyentuh tubuh kesepuluh orang kusta tersebut, firmanNya mampu memulihkan. Karena itu penyembuhan kesepuluh orang kusta tersebut memperlihatkan kuasa mukjizat dari Kristus. SabdaNya berkuasa dan mampu menjadikan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Kesepuluh orang kusta tersebut tidak jadi meneruskan perjalanan ke rumah imam untuk membuktikan bahwa mereka telah tahir dari sakit kusta. Mereka mengetahui dengan persis bahwa mereka kini telah sembuh setelah berjumpa dan percaya kepada perkataan Tuhan Yesus. Namun salah seorang dari kesepuluh orang kusta tersebut segera kembali menemui Tuhan Yesus untuk mengucap syukur atas pertolonganNya. Luk. 17:15-16 menyaksikan: “Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria”. Salah seorang dari kesepuluh orang sakit kusta tersebut mengungkapkan rasa syukur dan mempermuliakan Allah dengan tersungkur di dkepan kaki Tuhan Yesus. Orang kusta tersebut bukan hanya sekedar berterima-kasih. Dia mempermuliakan Allah yang telah berkarya di dalam diri Kristus. Tindakan orang kusta yang tersungkur di depan kaki Tuhan Yesus hendak menyatakan bahwa dia mengakui dengan iman ke-Tuhan-an Yesus. Penyembuhannya dari penyakit kusta juga menjadi momen yang membukakan mata-rohaninya terhadap identitas Kristus sebagai Tuhan dan Anak Allah yang maha-tinggi.

Tetapi kini kesembilan orang kusta yang adalah umat Israel di Yudea itu tidak menampakkan rasa syukur dan memuliakan Allah dengan menjumpai Kristus. Sebaliknya orang Samaria yang dianggap kafir dan najis itu justru peka dengan panggilan imannya untuk mempermuliakan Allah di dalam diri Kristus.

Sekarang pertanyaannya adalah: “Apakah diri kita menjadi orang yang lupa bersyukur seperti kesembilan orang kusta, atau menjadi pribadi yang selalu mengingat kebaikan yang kita terima serta bersyukur?”. Bulan keluarga ini mengajak kita untuk mensyukuri apapun yang baik yang kita terima dari pasangan, anak, cucu; serta kemudian mampu meresponnya dengan tepat.

(Pdt. Adhitya CN)

share

Recommended Posts