Magnificial Christmas

Magnificial Christmas

Bacaaan: YOHANES 18 : 28-38

“Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja? Jawab Yesus” “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah aku datang ke dalam dunia ini supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran, mendengarkan suara-Ku.” (Yoh. 18:37)

“Pada tahun 117 M, kekaisaran Romawi mencapai masa keemasan dan tumbuh menjadi kekaisaran yang terbesar di dunia kala itu. Pada masa itu tentara Romawi mencapai kekuatan puncaknya dengan jumlah 150.000 pasukan, dan tidak ditemukan intervensi dari kekuatan asing.” (google.com). Namun kejayaan itu akhirnya sirna juga dan sekarang tinggal kenangan sejarah saja. Mungkin semua rakyatnya sangat memuja dan membanggakan kerajaannya, tetapi hanya sementara saja.

Kerajaan Kristus jelas sangat berbeda. Kerajaan-Nya bukan kerajaan yang jatuh bangun, yang timbul tengelam, tetapi yang tetap eksis selamanya, karena kerajaan itu adalah kerajaan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita sorgawi (Roma 14:17). Kerajaan-Nya adalah kerajaan yang magnificial (agung dan mulia). Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah Christmas celebration itu dipenuhi dengan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita sorgawi yang mulia itu? Seperti kata John Witner, “But righteousness (upright living), peace, and joy in (the sphere of) the Holy Spirit, are essentials of Christian fellowship and harmony.”

Sebenarnya sangatlah miris tatkala melihat bagaimana respons dan sikap Pilatus terhadap pernyataan Yesus, bahwa Ia memang adalah Raja. Dari kata-katanya jelas bahwa ia sungguh tidak mengerti apalagi percaya kepada Yesus, yang seharusnya adalah rajanya juga. Tetapi di dalam pikirannya itu tidak ada raja lain yang lebih daripada Kaisar Romawi. Ini merupakan representasi orang yang tak mengenal siapa Yesus, apalagi mengalami kebenaran, damai sejahtera dan sukacita di dalam Dia. Apalah artinya jika orang merayakan Natal tetapi dipenuhi kesesatan, permusuhan dan kepahitan? Suami istri cekcok karena soal makanan, anak berontak karena tidak punya pakaian baru, bahkan dalam gereja bisa terjadi konflik karena masalah sekunder (makan minum, aksesoris, dekorasi, hadiah, dan lain-lain) menjadi lebih penting, sementara yang primer (mendengarkan firman Tuhan, berdoa, memperhatikan jiwa-jiwa yang tersesat) tergeser dari hati dan pikiran.

Sekarang kita sendiri bagaimana? Rindukah kita melihat tatkala orang pulang dari perayaan Natal, mereka membawa pesan Firman di dalam hatinya? Atau jangan- jangan sebaliknya, mereka mendapatkan kesan buruk terhadap suasana perayaan yang duniawi?

Inspirasi: Betapa indahnya jika Christmas membuat orang melihat kemuliaan Kristus. Tetapi jika tidak, betapa gundahnya hati mereka yang pulang tanpa Kristus. (BB)

(LPMI/Boy Borang)

share

Recommended Posts