MENGAPA BELUM MENIKAH?

MENGAPA BELUM MENIKAH?

Firman Tuhan           : 1 Korintus 7: 1-11

 “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu”. 1 Korintus 7:9

 

Pertanyaan “Kenapa belum menikah?” sering muncul dalam percakapan sehari-hari, bahkan kerap dijadikan bahan guyonan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Seakan-akan menikah adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan. Padahal kenyataannya, tidak sedikit pernikahan yang berakhir dengan perceraian atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Pernikahan pun sering dipandang se- bagai kewajiban mutlak yang harus dipenuhi setiap orang, tanpa mempertim- bangkan kondisi dan panggilan hidup masing-masing. Memang, sejak awal Allah memerintahkan manusia untuk beranak cucu dan bertambah banyak (Kejadian 1:28). Namun, kehidupan manusia tidak hanya diukur dari status pernikahan, melainkan dari kesetiaan menjalani panggilan Allah masing-masing.

Dalam dunia modern sekarang ini kita melihat kenyataan bahwa tidak semua orang memilih menikah. Ada yang memilih menunda, ada yang lebih fokus pada panggilan pelayanan, karier, atau alasan pribadi lainnya. Alkitab sendiri memberi ruang untuk itu. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 7:7–8 menegaskan bahwa hidup tidak menikah bukanlah dosa, bahkan bisa menjadi keuntungan untuk melayani Tu- han tanpa terbagi. Jadi, menikah itu baik, tetapi tidak menikah juga bukan masalah bila dijalani dalam kehendak Allah.

Namun, realitanya banyak pria yang tidak menikah bukan karena tidak mau, melainkan karena takut mengungkapkan perasaan kepada seorang perempuan. Rasa takut ditolak membuat mereka terikat dalam rasa malu. Di sisi lain, dalam bu- daya ketimuran perempuan dianggap tidak etis bila menyatakan perasaan lebih du- lu. Tetapi zaman sudah berubah, dan sesungguhnya Alkitab tidak pernah melarang perempuan untuk menyatakan perasaannya. Kisah Rut, misalnya, memperlihatkan bagaimana ia dengan berani mendekat kepada Boas (Rut 3:9). Ini menunjukkan bahwa kasih yang tulus lebih penting daripada aturan budaya semata.

Karena itu, mari kita memandang pernikahan atau ketidakmenikahan dengan kacamata iman, bukan sekadar tuntutan sosial. Yang terpenting bukanlah cepat atau lambat menikah, atau siapa yang lebih dulu menyatakan cinta, melainkan apakah keputusan itu selaras dengan kehendak Allah. Bagi yang dipanggil menikah, beranil- ah melangkah, mengasihi, dan membangun keluarga dalam takut akan Tuhan. Bagi yang dipanggil tidak menikah, jangan merasa kurang, sebab hidupmu tetap berhar- ga di mata Allah. Yang terpenting bukanlah status, melainkan bagaimana kita hidup setia, berbuah, dan memuliakan Allah dalam setiap musim kehidupan.

Inspirasi: Bagi yang dipanggil menikah, beranilah melangkah. Yang di- panggil tidak menikah, jangan merasa kurang, sebab hidupmu tetap berharga di mata Allah.

share

Recommended Posts