Menghidupi Pengharapan

Menghidupi Pengharapan

Bacaan: Ibrani 9:1-12

Namun, Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal baik yang akan datang. Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, —artinya yang tidak termasuk ciptaan ini. – (Ibrani 9:11 TB2)

 

Baru-baru ini, dalam semangat kebersamaan keluarga GKJ Serpong, kami melakukan kunjungan ke sebuah panti asuhan difabel. Suasana penuh kehangatan terasa saat kami berbagi waktu, berbincang, dan memberi dukungan kepada anak-anak di sana. Melihat senyuman mereka yang tulus, meskipun dengan berbagai keterbatasan, benar-benar menggugah hati. Mereka mengingatkan kami bahwa sukacita sejati datang dari kepasrahan pada Tuhan dan menerima kehidupan dengan penuh syukur, bahkan dalam situasi yang sulit.

Kunjungan itu mengajarkan kami bahwa menatap Tuhan berarti melihat lebih dari sekadar apa yang tampak. Bukan hanya tentang siapa yang memiliki lebih banyak atau siapa yang memiliki lebih sedikit, melainkan bagaimana setiap individu berjuang dan tetap berharap pada Tuhan dalam segala keadaan. Anak-anak di panti asuhan tersebut mengajarkan bahwa keteguhan dan pengharapan yang sejati tidak bergantung pada kondisi fisik, melainkan pada hati yang memandang Tuhan.

Dalam bacaan Ibrani 9, kita diingatkan tentang Kristus sebagai Imam Besar yang membawa kita kepada hal-hal yang baik, ke pengharapan yang melampaui dunia ini. Ayat ini menyampaikan bahwa Yesus telah memasuki “kemah yang lebih besar dan lebih sempurna” yang bukan dibuat oleh manusia. Kemah yang dimaksud adalah simbol dari tempat kediaman Tuhan yang sejati dan sempurna—tempat yang dapat dicapai hanya melalui Kristus. Ketika kita mengarahkan pandangan pada Tuhan, kita mulai melihat hidup ini bukan lagi dalam batas duniawi, tetapi dalam terang pengharapan yang kekal.

Sebagaimana Kristus datang membawa kebaikan dan pemulihan, keluarga yang memandang Tuhan juga dituntut untuk menjadi berkat, baik di tengah anggota keluarga sendiri maupun kepada sesama. Seperti yang kami alami saat mengunjungi panti asuhan, pelayanan kecil kita bisa menjadi pancaran kasih Tuhan bagi mereka yang membutuhkannya. Melalui tindakan sederhana, kita menolong orang lain untuk melihat kasih Tuhan yang hidup.

Refleksi:

Menutup bulan keluarga ini, kita diajak untuk mengevaluasi, sejauh mana keluarga kita telah memandang Tuhan sebagai pusat kehidupan? Apakah kita telah menjadi keluarga yang menghadirkan kebaikan dan cinta kasih yang menghidupi pengharapan di tengah-tengah dunia ini?

 

TIM WEB

share

Recommended Posts