Sapaan Tuhan
2 Korintus 1:8-9
1:8 Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. 1:9 Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.
Beberapa waktu ini, saya membaca sebuah buku berjudul “Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring”. Buku ini punya tema besar tentang penerimaan terhadap situasi duka (Dealing with Grief). Barangkali sudah banyak buku dengan tema serupa, namun rasanya sangat sedikit yang mengaitkannya dengan kegiatan semacam cuci piring. Buku ini menarik untuk dibaca karena memperlihatkan sudut pandang seorang psikiater yang sedang menjalani proses menerima kenyataan bahwa anaknya telah meninggal. Menjadi semakin menarik karena dalam buku ini diperlihatkan bahwa penulis bisa mendapatkan “makna” (berefleksi) dari sebuah kegiatan yang paling tidak disukai yaitu mencuci piring.
Sependek pengetahuan saya, seseorang akan cenderung lebih mudah “memaknai” sebuah kegiatan/situasi yang menyenangkan (liburan, makan bersama keluarga, glamping, dsb) daripada “memaknai” sebuah kegiatan/situasi yang tidak menyenangkan (mencuci piring -bagi penulis buku “Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring”-). Kenyataan bahwa “makna” tidak hanya dapat ditemukan di kegiatan yang menyenangkan, memberikan penegasan bahwa penyertaan dan pengajaran dari Tuhan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ia bisa saja menunjukkan penyertaan dan pengajaran melalui banyak hal di kehidupan kita. Baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, semua bisa dipakai Tuhan untuk menyapa kita. Sayangnya seringkali manusia menghindari kegiatan/situasi tidak menyenangkan, padahal bisa jadi Tuhan ingin “bertemu” dengan kita di momen tersebut. Paulus telah memberikan kesaksian yang bisa menjadi salah satu bukti bahwa “makna” dapat ditemukan ketika tengah menghadapi/menjalani situasi tidak menyenangkan.
Pada 2 Korintus 1:8-9, Paulus menceritakan sedikit kisahnya ketika berpelayanan di daerah Asia Kecil. Paulus menceritakan dengan apa adanya, bagaimana ia merasa situasi yang dihadapi begitu menyesakkan bahkan sampai membuatnya ingin menyerah (ay. 8). Namun justru ditengah situasi yang sesak itu, dia menemukan “makna” terdalam dari menjadi pengikut Kristus yaitu “… supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah…”. Kita bisa melihat bagaimana Tuhan menggunakan momen yang menyesakkan bagi Paulus untuk mengajarkan Paulus tentang penyerahan diri secara total pada Tuhan. Mungkin saja saat ini ada diantara kita yang sedang diperhadapkan pada kegiatan/situasi yang tidak menyenangkan (mengingat masa lalu kelam, bertemu dengan pimpinan yang “seram”, rekan kerja yang tidak perform, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, dsb). Jika iya, bacaan hari ini mengingatkan kita untuk tetap bersedia menghadapinya (menjalaninya). Sebab, bisa jadi Tuhan memang ingin menyapa (mengajar) kita melalui kegiatan/situasi -yang bagi kita- tidak menyenangkan. Tuhan memberkati. Amin.
Pdt, Yokhanan Krisda Karunia
Recommended Posts
Kemenangan yang Menguatkan
November 22, 2024
Semangat Pahlawan, Iman yang Tak Tergoyahkan
November 21, 2024
Berdiri Teguh di Tengah Tantangan
November 20, 2024