Seharga Binatang? WOOOW!!

Seharga Binatang? WOOOW!!


 Bacaan : Pengkhotbah 3: 16-22
“……… bahwa mereka (anak manusia) hanyalah binatang.” Karena nasip manusia
adalah sama dengan nasib binatang, nasip yang sama menimpa mereka; sebagaimana
yang satu mati, demikian juga yang lain… (Pengkhotbah 3: 18-19)

 

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan, sehingga
menurut Maslow aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi. Secara alamiah umumnya
tidak ada orang yang mau bahkan rela untuk dihina, direndahkan dan diasingkan.
Mungkin dalam batas waktu tertentu saja beberapa orang bisa menanggungnya.
Demikian pula hewan, dalam batas tertentu pun perlu dihargai, dipuji dan diberi
hadiah. Apalagi jika dia diberi “tugas” entah main sirkus, melacak sesuatu, dll.

Bacaan kita mungkin membuat tidak nyaman, atau dahi kita berkerut. Kita
tentu lebih bangga dan senang disebut sebagai “biji mata Allah” daripada disamakan
dengan binatang. Khotbah motivatif yang menggelegar sulit “laku” jika mengambil
nats diatas, sebaliknya jika janji bahwa semua akan mungkin bersama Tuhan, kita
akan menjadi kepala dan bukan ekor, dll akan membuat pendengar lebih nyaman dan
“terbakar”. Namun apakah Tuhan plin plan? Apakah Roh Kudus salah inspirasi? Atau
Salomo salah tulis? Dalam fenomena kebendaan “dibawah matahari” hal itu memang
benar demikian. Nasib korban perang di Gaza yang dimakamkan massal bertumpuk-
tumpuk nyaris tidak ada bedanya dengan bangkai hewan. Bahkan jasad bayi hubungan
gelap yang dibuang orang tuanya masih ada hingga kini. Kenyataan itu juga ditangkap
Salomo saat itu, belum lagi anak-anak yang dikorbankan pada Molokh atau dewa lain
yang lazim saat itu.

Apa makna ayat ini? Ada paradoks dalam kebenaran Firman. Tentu yang pertama manusia itu terbatas, baik secara fisik maupun sosial. Kedua nilai badan/tubuh manusia di dunia dalam pandangan Allah bisa berbeda dengan kemauan kita. Tidak sedikit martir yang mati mengenaskan, termasuk para rasul sendiri. Apakah mereka bukan biji mata Allah? Tetapi secara bersamaan mereka juga memenuhi hukum lain yaitu domba di tengah serigala, dan juga memenuhi nubuat penderitaan seperti Paulus misalnya. Nah kita-pun wajar jika menjaga fisik dengan baik, entah melalui olahraga, makan sehat, kosmetika wajar sampai treatment kecantikan seharga milyaran rupiah. Dalam batas tertentu tubuh yang bugar, akan efektif memuliakan Allah, namun ada batasnya sebab fisik sebaik atau seindah apapun pada saatnya secara normal hanya menjadi gumpalan tanah dan tumpukan tulang. Nanti ketika masa kebangkitan, disitulah kita akan memiliki tubuh kemuliaan (gambarannya seperti Yesus saat dibangkitkan) yang berwujud kekal untuk memuji Allah Tritunggal selama-lamanya. Marilah mempersiapkan diri dalam takut akan Tuhan untuk memiliki tubuh kemuliaan yang lebih bernilai.

Inspirasi: Menjaga kebugaran tubuh adalah kewajiban agar kita berfungsi
optimal bagi kerajaan Allah, namun nilai fisik bukan milik kita semata, itu dalam kedaulatan Allah.

 

(LPMI/Wahju Djatikoesoemo)

share

Recommended Posts