Hati Yang Terluka

Hati Yang Terluka

Bacaan: Ibrani 6 :1-12

6:1 Sebab itu marilah kita tinggalkan  asas-asas pertama dari ajaran  tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, 6:2 yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan,  penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal. 6:3 Dan itulah yang akan kita perbuat, jika Allah mengizinkannya.  6:4  Sebab mereka yang pernah diterangi  hatinya, yang pernah mengecap karunia   sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus,   6:5 dan yang mengecap firman yang baik  dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, 6:6 namun yang murtad lagi , tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. 6:7 Sebab tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya, dan yang menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi mereka yang mengerjakannya, menerima berkat dari Allah; 6:8 tetapi jikalau tanah itu menghasilkan semak duri dan rumput duri, tidaklah ia berguna dan sudah dekat pada kutuk, yang berakhir dengan pembakaran.

Berpegang teguh pada pengharapan

6:9 Tetapi, hai saudara-saudaraku  yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik , yang mengandung keselamatan. 6:10 Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan   sampai sekarang. 6:11 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu   suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, 6:12 agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut   mereka yang oleh iman dan kesabaran   mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan

 

 

Tema renungan minggu ini, “ Aku memulihkanmu “ mengingatkanku pada sebuah peristiwa beberapa puluh tahun silam. Saat itu aku bekerja pada sebuah perusahaan yang baru berdiri di bidang kesehatan.  Banyak peralatan  yang harus disiapkan  dan diatur sedemikian rupa agar enak dipandang sesuai fungsinya. Dengan penuh semangat aku bekerja memindahkan, mengeser dan mendorong semua peralatan di posisi yang rapi. Keringat pun bercucuran membasahi baju disekujur tubuhku,

Dalam situasi kelelahan tetiba atasanku lewat dan menghampiri sembari bertanya ” apa saja yang sudah kamu kerjakan hari ini? Serta melanjutkan pertanyaan. “Bagaimana nanti pelayanan yang akan kamu lakukan di departemen ini ?.  Dengan nada suara yang sedikit terengah-engah karena lelah aku menjelaskan aktifitas kerja hari ini dan detail rencana kerjaku di departemen ini.  Terlihat cukup puas dengan penjelasanku, ia pun pergi. Namun tak selang berapa lama ia  kembali menghampiriku. Dalam hati aku bertanya-tanya ” Ada apa lagi ini?”.  Dari bibirnya keluar suara  pelan dengan  nada sangat  berhati – hati, ia menegurku supaya memperbaiki penampilanku, terutama aroma bau keringat yang tercium keluar dari tubuhku. Ia menjelaskan, departemen ini  berhubungan dengan banyak orang, maka harus menjaga kebersihan badan dan penampilan yang baik.

Pada saat itu aku hanya mengatakan “Iya” dan tidak berani menyanggah sedikitpun perkataannya. Namun dalam hati dan pikiranku berkecamuk rasa marah yang luar biasa, harga diriku merasa terinjak-injak oleh tegurannya dan  rasanya saat itu juga ingin keluar dari departemen itu. Dengan menahan hati yang terluka, aku berusaha menahan amarah dan mengurungkan niat untuk keluar.

Saat  mengenang karakterku yang kurang baik di masa lalu, aku sekarang merasa malu dengan diriku sendiri, aku sadar bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki di dalam diriku sekalipun hati penuh penolakan.  Teguran itu sebenarnya bermaksud untuk memperbaiki diriku namun aku merasa tidak aware dengan diriku sendiri, bahkan  menutupinya dengan ego  yang luar biasa besar, seakan kondisiku baik-baik saja dan menggangap orang lainlah yang salah. Seandainya waktu itu aku lebih  aware dan melihat lebih detail  kekuranganku, mungkin di masa  mendatang bisa lebih cepat memperbaiki karakter yang akan berguna bagi diriku maupun orang lain .

Peristiwa diatas, tidak ada bedanya ketika Tuhan berusaha untuk memulihkan diri kita. Ia sudah berusaha menegur dan memberitahu  kesalahan jalan hidup kita.  Apakah diri kita begitu menonjolkan ‘ego’  dan  menggangap  semuanya baik- baik saja serta tidak ada yang perlu diperbaiki?.

Ibrani 6:1-12  mengingatkan kita untuk tidak berhenti pada situasi rohani yang  “stag”  tetapi melanjutkan terus untuk memperoleh perkembangan yang penuh dan kedewasaan untuk menampilkan pertumbuhan rohani yang sempurna. Oleh karena itu perlu ketergantungan diri berpengharapan  kepada Allah.

Mari kita sambut uluran tangan kasih Allah untuk menolong memulihkan luka hati dan merubah langkah hidup kita step by step  menjadi pribadi yang lebih baik, memiliki kedewasaan rohani demi kebaikan kita, sesama dan terutama untuk kemuliaan Allah. Mari senantiasa merendahkan hati penuh legowo dihadapan Allah, menyerahkan kehidupan kita dalam tuntunan dan nahkodaNya. Percayakan hidup kita kepada Sang Nahkoda dunia.

Yesus Kristus Sang Pemulih dan Penuntun hidup kita.  Amin

(SR)

Photo: Istimewa

Share

Recent Sermons