SUKACITA MELAYANI

Firman Tuhan: Kisah Para Rasul 20:17-38
“Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang kuterima dari Tuhan Yesus untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” (Kisah Para Rasul 20:24)
Akhir April 2025, kami melayani di Desa Pakava (Kab. Donggala) dan Boyondong, Tinombo (Kab. Parigi Moutong, Sulawesi Tengah). Perjalanan ke Pakava penuh tantangan melewati Pasangkayu, perkebunan sawit, dan hutan. Kami berangkat dari Palu pukul 13.00 dan tiba pukul 19.00 WITA. Seorang staf senior LPMI yang menemani saya berkata bahwa ini adalah medan terberat selama 35 tahun pelayanannya. Saat hujan turun dalam perjalanan pulang, jalan berlumpur membuat mobil tak mampu menanjak, bahkan dengan bantuan warga. Esok harinya kami mencoba lagi, tapi mobil tetap tak bisa melewati jalan ekstrem, hingga akhirnya mesinnya berasap karena kampas kopling habis. Kami terjebak dua hari di hutan. Dengan ojek, saya pergi ke Pasangkayu mencari kampas kopling. Karena pelayanan di Tinombo sudah
dijadwalkan keesokan harinya, kami meninggalkan mobil di hutan, kembali ke Palu, dan pukul 4 subuh melanjutkan perjalanan ke Tinombo. Meski lelah dan tanpa tidur, kami tiba pukul 9 pagi dan tetap melayani. Melalui semua tantangan ini, saya belajar bahwa sukacita sejati bukan terletak pada kenyamanan, tapi dalam kesetiaan untuk terus melayani.
Kis 20:24 Ayat ini adalah ungkapan hati Rasul Paulus yang begitu mendalam. Ia tahu bahwa pelayanan bukan sekadar kegiatan, melainkan misi ilahi yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Bahkan ketika menghadapi penderitaan dan ancaman, Paulus tetap teguh: yang penting baginya adalah menyelesaikan pelayanan yang diberikan Tuhan. Sering kali kita memulai pelayanan dengan semangat, tapi seiring waktu tantangan datang kelelahan, tekanan, atau bahkan kekecewaan. Di titik itu, kita dihadapkan pada pilihan: menyerah atau tetap setia. Paulus mengajarkan bahwa fokus utama dalam pelayanan bukanlah kenyamanan pribadi, tetapi kesetiaan menyelesaikan apa yang telah dipercayakan Tuhan.
Ia bahkan berkata bahwa nyawanya sendiri tidak ia anggap penting asal ia dapat menyelesaikan tugasnya dan terus memberitakan Injil kasih karunia. Ini menunjukkan betapa besar cintanya kepada Tuhan dan umat-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih menganggap pelayanan sebagai panggilan yang kudus? Apakah kita melayani hanya ketika kondisi mendukung, atau tetap setia walau harus berkorban?
Pelayanan sejati bukan soal posisi atau pujian, tapi soal kesetiaan sampai akhir. Marilah kita meneladani semangat Paulus yang tidak menyerah oleh tantangan, karena ia tahu kepada siapa ia melayani, dan untuk apa ia dipanggil.
Inspirasi: Pelayanan yang sejati diuji bukan saat mudah, tapi saat tetap bersukacita di tengah lelah.
LPMI/Yunus Siang
Recommended Posts

REFORMASI & PEMIKIRANKU
Oktober 06, 2025

REFORMASI & PENGORBANANKU
Oktober 04, 2025

REFORMASI & PELAYANANKU
Oktober 02, 2025