Syukur bukan Egosentris

Syukur bukan Egosentris

Bacaan: 1 Korintus 14:15-20

Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya. (Ay. 17)

Pengucapan Syukur sebagai suatu tindakan iman adalah baik dan benar, termasuk menggunakan bahasa roh saat itu. Namun dalam konteks kehidupan kita bersama orang lain, baik dalam ranah persekutuan di antara umat beriman ataupun di ranah komunitas yang belum mengenal Kristus, ada patokan lain yang Tuhan berikan melalui Paulus. Dalam hal ini ucapan syukur itu menjadi sarana kesaksian akan kasih dan kebaikan Allah. Tujuannya untuk membangun orang lain, baik yang seiman maupun yang belum. Tentunya bukan berarti selalu menyatakan setiap ucapan syukur secara lantang dimanapun, tapi perspektif berpikir kita yang harus bertumbuh dan berkembang, dan mendewasakan orang lain

Sekedar sebuah perbandingan beberapa waktu lalu dosen psikologi Paramadina berusaha memformulasikan sarana psikrometer kontekstual Indonesia untuk sikap bersyukur/gratitude. Skala internasional/umum yang dipakai saat ini hanya memiliki 6 item pertanyaan dan tidak melibatkan unsur diluar diri manusia. Dalam temuannya tampak bahwa skala versi Indonesia memiliki validitas konstruk dan faktorial yang memadai disertai pula dengan internal konsistensi yang baik. Skala versi Indonesia mampu mengukur secara konsisten, membedakan individu dengan rasa syukur tinggi dan rendah, untuk mengukur konstruksi bersyukur melalui tiga faktor, yaitu sense of appreciation/perasaan menghargai, perasaan positif akan kehidupan, dan ekspresi rasa syukur. Skala bersyukur versi ini lebih representatif dalam mengukur rasa syukur pada orang Indonesia karena di dalamnya melibatkan peran Tuhan sebagai sumber rasa syukur.

Dalam kita bersyukur, pada intinya kita menyelaraskan pola pikir, perasaan dan kehendak kita pada kasih dan sifat-sifat Allah, artinya lebih luas dan dalam dibanding perspektif diatas. Ucapan syukur bukan sekedar sebuah sikap pribadi kepada Tuhan, namun juga menjadi proklamasi iman ketika ekspresi syukur itu dilihat orang lain. Kitapun sesungguhnya harus mengukur ucapan syukur kita hari lepas hari, semakin cepat, semakin luas dan detail ragamnya, bahkan semakin “misterius” situasi/kondisinya.

Inspirasi: Ketika kita belajar untuk makin cepat dan makin detail dalam bersyukur baik untuk hal yang menyenangkan maupun menyedihkan, maka kita akan makin cepat memahami hati Allah dan bertumbuh makin dewasa dan mendewasakan orang lain.

(LPMI/Wahju Djatikoesoemo) 

share

Recommended Posts