Syukur sebagai Prasasti Iman

Syukur sebagai Prasasti Iman

Bacaan: 1 Korintus 11: 23-34

dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (Ay.24)

Dalam suratnya rasul Paulus mengutip ulang pernyataan Yesus di kitab Matius 26:27 secara rinci. Paulus dalam konteks saat itu di jemaat Korintus telah memformulasikan liturgi perjamuan kudus sebagai sarana memelihara iman jemaat. Tujuan Yesus lahir adalah untuk mati di kayu salib menebus kita. Saat Yesus mengucap syukur atas makanan dan minuman yang ada, dia melakukan prosesi perjamuan kudus era PB pertama kali sebagai persiapan kematian-Nya. Tindakan memorable itu diamanatkan pada gereja menjadi sakramen baku.

Saat rasul Paulus melakukan sakramen itu momen kematian Kristus baru berlalu beberapa puluh tahun, dan hingga saat ini sakramen ini masih berjalan. Dalam hal iman pada Pengorbanan Kristus maka prasasti berupa sakramen ini harus terus dilakukan hingga akhir zaman. Namun sesungguhnya disamping hal itu ada prinsip sederhana yang turut berada dalam tindakan Yesus. Tuhan menunjukkan bahwa ucapan syukur juga harus ditempatkan dalam bingkai sebuah proses dinamika dan pertumbuhan iman kita. Ucapan syukur harusnya selalu diingat agar menolong kita tidak kehilangan makna pada pertolongan dan hadirat Tuhan saat demi saat. Ketika syukur dinaikkan sesuai perintah-Nya baik untuk hal yang menyenangkan maupun menyakitkan, maka momen syukur itu akan menjadi bagian penting dalam timeline pemeliharaan Tuhan atas hidup kita. Ada kalanya monumen ucapan syukur itu akan mengingatkan kita akan kuasa dan kedaulatan-Nya atas hidup kita saat kita lemahatau mengalami situasi serupa. Ada baiknya memang jika kita memiliki rekaman tertulis/digital rentetan ucapan syukur itu agar hidup kita makin lengkap dan kaya dengan pengalaman iman. Dalam percaturan nilai yang makin sengit dalam berbagai profesi saat ini, maka anak-anak Tuhan dituntut makin setia dan “terampil” bersyukuragar setiap masalah dan tantangan terlewati. Ini peluang untuk belajar beriman dan menemukan berbagai kreativitas Allah dalam menolong kita.

Inspirasi: Siapapun kita, marilah belajar setia menjadikan syukur demi syukur kita menjadi monumen iman yang makin penting dan berharga, bahkan bisa kita wariskan pada anak cucu kita.

(LPMI/Wahju Djatikoesoemo)

share

Recommended Posts