THE POWER OF FAMILY

THE POWER OF FAMILY

Firman Tuhan: Markus 3:31-35

 “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah sudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Markus 3:35)

 

Lirik lagu “Kucinta keluarga Tuhan” sebenarnya sangatlah indah, jika itu sesuai kenyataan. Sayangnya banyak yang menyanyi, mungkin tidak mengerti. Bunyi liriknya: “Kucinta keluarga Tuhan, terjalin mesra sekali. Semua saling mengasihi, betapa s’nang ku menjadi keluarga-Nya Tuhan.” Kalau lagu ini ditujukan untuk keluarga Kristen dalam pengertian biasa; di sana ada ayah – ibu – anak, maka tentu saja membuat orang lain, mungkin itu pembantu atau tetangga yang belum percaya, cukup bingung. Nyatanya yang mereka lihat, banyak keluarga Kristen ribut seharian, konflik tak henti, dan paling parahnya, kalau keluarga itu broken-home. Itu namanya keluarga Kristen yang bukan Kristen.

Makna keluarga dalam Tuhan, seperti yang dilukiskan dalam lagu itu, lebih merujuk pada apa yang dimaksudkan oleh Yesus, yaitu keluarga yang tidak dibatasi oleh hubungan darah (secara fisik), tetapi secara rohani, yaitu semua yang percaya kepada-Nya, di manapun berada. Maka tidak heran jika Yesus menyebut bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah adalah keluarga-Nya. Perkataan itu tentu membuat mereka yang memberitahu bahwa, ada ibu dan saudara Yesus ingin bertemu, tidak mengerti. Ibu dan saudara Yesus itu sendiri saja mungkin agak terkejut, bukan? Berarti jika sekalipun itu adalah ibu atau saudara-Nya tapi tidak melakukan kehendak Allah, itu bukan keluarga-Nya. Konsep pengajaran yang unik ini tentu saja membuka pikiran banyak orang. Grassmick mengatakan, “Jesus broadened beyond those present by stating that whoever does God’s will, is a member of His family. The words brother and sister and mother, all occurring without article in Greek (thus qualitative), figuratively denote Jesus’ spiritual family.” Jadi Yesus tidak menyangkali makna keluarga secara jasmani, tetapi dalam konteks rohani, Ia mau memperluas makna, bahwa semua orang percaya adalah merupakan keluarga juga (cf. Yoh. 1:12). Ketika pengamsal menulis bahwa, “lebih baik tetangga yang dekat daripada saudara yang jauh” (Amsal 27:10), dapat juga berarti bahwa dia berbicara soal keluarga sedarah. Tapi biarpun saudara kandung, bila rasanya jauh, maka tetangga yang seiman, terasa lebih dekat secara rohani, sehingga bisa berdoa dan beribadah bersama, saling mengasihi dan saling memperhatikan satu sama lain (cf. Kis. 2:42-47). Mungkin saja pada suatu hari kita berada di kota lain atau luar negeri, di mana kita tidak punya keluarga, bukan? Namun sebagai anak Tuhan, kita punya keluarga rohani, yang berasal dari berbagai suku atau negara. Kita sangat bersyukur apabila Tuhan memberi kita komunitas rohani yang harmonis, di dalam dunia yang penuh konflik ini. Tapi tugas kita belum selesai, kita harus terus memberitakan Injil, agar semakin banyak yang boleh masuk dalam keluarga Allah yang kekal.

Inspirasi: Nilai kehidupan dalam keluarga jasmani, mungkin sering diukur dengan kekayaan dan status sosial. Tetapi keluarga di dalam Tuhan memiliki kekayaan rohani, yang tak terukur nilainya.

LPMI/BB

share

Recommended Posts